Bahwa Paroki Pringsewu sekarang menjadi Paroki besar dengan jumlah
Umat di atas enam ribu jiwa, dan akhirnya terbentuknya Keuskupan Tanjungkarang,
tidak diragukan adalah tumbuh dari “kecambah” yang antara lain terpelihara di
wilayah Padang Bulan ini. Ini adalah “mukjizat” yang nyata yang dapat kita
rasakan sebagai penyelenggaraan ilahi. Karena itu Bapa Uskup Emeritus dengan
penuh semangat mendorong Umat agar Padang Bulan ini dapat menjadi tempat ziarah
rohani. Dengan menjadikan Padang Bulan sebagai tempat ziarah diharapkan Umat
katolik Keuskupan Tanjungkarang tetap ingat pada akarnya.
Ketika Goa Maria dibangun di Padang Bulan, pemikiran mengenai tempat ziarah
tersebut menjadi terwujudkan. Tempat ziarah ini kemudian mengambil nama
Goa Maria "Mariam Perempuan untuk Segala Bangsa".
Maria Sang Perempuan:
Kata perempuan yang mengacu pada Maria adalah kata-kata biblis. Yesus menyebut
ibunya sebagai perempuan untuk mengingatkan manusia akan Hawa yang tidak setia
kepada Allah. Maria adalah kebalikan dari Hawa, dia perempuan yang setia. Maria
sejak awal panggilannya mengatakan, “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku
menurut perkataanmu” (Luk 1: 38). Dia murid Yesus yang pertama yang terus
setia, setia sampai di bawah salib (Yoh 19: 26-27), dan bahkan setelah Yesus
naik ke sorga (Kis 1: 12 – 14).
Beberapa kali Yesus menyebut ibunya dengan perempuan. Pada pesta perkawinan di
Kana, menanggapi keluhan Maria bahwa tuan rumah kehabisan anggur, Yesus
mengatakan, “Mau apa engkau dari pada-Ku, hai perempuan (terjemahan Indonesia
menggunakan kata ibu)? Saat-Ku belum tiba” (Yoh 2: 4). Namun Maria yakin bahwa
Yesus akan menggabulkan permintaannya. Maka dia menyuruh pelayan-pelayan agar
melakukan apa yang dikatakan oleh Yesus. Dan Yesus kemudian memang
memerintahkan pelayan-pelayan untuk mengisi enam tempayan dengan air dan Dia
mengubah air tersebut menjadi anggur (Yoh 2: 5 – 11).
Dari atas salib Yesus juga menyebut Maria dengan kata perempuan
ketika menyerahkannya pada Yohanes untuk menjadi ibunya dan Yohanes menjadi
anaknya (Yoh 19: 26 – 27). Di sini terjemahan Indonesia juga menyebut dengan
istilah ibu.
Bukan hanya Yesus yang menyebut Maria dengan kata perempuan.
Orang-orang yang mendengarkan Yesus juga menyebut Maria dengan kata perempuan.
Maria adalah perempuan yang berbahagia yang mengandung dan menyusui Yesus.
Namun dia disebut bahagia oleh Yesus karena mendengarkan Sabda Allah dan
melakukannya (bdk. Luk 11: 27 – 28).
Maria sesungguhnya adalah perempuan yang ada dalam penampakan yang
dilihat Yohanes dalam Kitab Wahyu bab 12. Perempuan itu sedang sakit bersalin
dan akan melahirkan. Namun naga, yakni setan, ingin merebut dan membinasakan
anak itu. Perempuan itu berjuang melindungi dan menyelamatkan anaknya.
Jadi sebutan perempuan untuk Bunda Maria adalah gelar yang
berdasarkan Kitab Suci. Maria adalah adalah perempuan tetapi juga ibu yang
bersama Kristus (co-redemtrice, co-mediatrice) menyelamatkan
anak-anak manusia.
Perempuan Segala Bangsa:
Nama Perempuan Segala Bangsa adalah mengacu pada penampakan Bunda Maria pada
Ida Peederman, seorang perempuan berusia 40 tahun dari Amsterdam – Belanda[1]. Penampakan Bunda Maria
pada Ida Peederman terjadi pada tanggal 25 Maret 1945, pada Hari Raya Kabar
Sukacita. Ida Peederman mendapat
penampakan tak kurang dari 56 kali selama 14 tahun, dengan penampakan terakhir
pada 31 Mei 1959.
Dalam penampakan pertamanya pada 25 Maret 1945, Maria menyebut diri dengan istilah vrouwe. Kata Belanda itu berarti perempuan tetapi juga bisa berarti ibu/bunda. "Mereka akan memanggilku 'Sang Perempuan',
'Bunda'". Demikian juga dalam penampakan-penampakan
selanjutnya.
Dalam penampakan-penampakan tersebut Bunda Maria, Sang Perempuan,
mengingatkan mengenai mundurnya kepercayaan manusia pada Tuhan, kemerosotan
moral, ancaman perang dan bencana alam. Maria yang menampakkan diri sebagai
perempuan yang berdiri di atas bola dunia itu menyingkapkan rencana Allah yang
hendak menyelamatkan dunia melalui perantaraannya.
Dalam 7 pesan terakhir (1954-1959), Bunda
Maria membicarakan bangsa-bangsa di dunia, menunjukkan kepada mereka jalan yang
harus dilalui, jalan yang menghantar pada mukjizat
setiap hari, yakni Ekaristi. Maria memperlihatkan diri
sebagai perempuan yang berdiri di atas bola dunia, ditembusi terang Allah, di
depan Salib Putranya, dengan Siapa ia bersatu secara tak terpisahkan. Dari
kedua tangan Maria memancarlah tiga berkas cahaya: rahmat, penebusan dan damai,
yang akan ia anugerahkan kepada siapa saja yang berseru kepadanya sebagai
Advocata (Pembela). Kawanan domba melambangkan segala suku dan
bangsa di seluruh dunia, yang tiada akan tenang hingga mereka memandang Salib,
pusat dunia (http://yesaya.indocell.net/id1281.htm, dikutip tgl. 8 Okt. 2015).
Bunda Segala Bangsa
Kendatipun pada peampakan pertama Maria menggunakan istila vrouwe yang
diterjemahkan dengan istilah ‘prempuan’, namun sesudah Paus Pius XII
secara khidmad memaklumkan dogma Santa Perawan Maria Diangkat ke Sorga pada tanggal 1 November 1950, Bunda Maria
memperkenalkan gelarnya yang baru, "Nak, aku berdiri di atas bola dunia
ini, sebab aku ingin disebut Bunda Segala Bangsa" (16 November 1951).
Dengan demikian gelar yang lebih tepat untuk Maria dalam
penampakan kepada Ida Peederman adalah Bunda Segala Bangsa. Sebutan ini
lebih tepat karena Bunda Maria sendiri menghendaki disebut demikian. Dia memang
perempuan kebalikan dari Hawa. Namun oleh Yesus sendiri dari atas salib dia
telah diangkat menjadi ibu bagi umat beriman. Kepada Ida Peederman,
Bunda Maria juga mengatakan, "Tak peduli siapapun engkau, aku ini
untukmu: Ibu, Bunda Segala Bangsa" (31 Mei 1954).
Padang Bulan Oase Semua
Orang:
Seperti tempat ziarah marian di manapun, Goa Maria Bunda Segala Bangsa – Padang
Bulan harus juga menjadi oase bagi semua orang. Tempat ini harus terbuka bagi
siapa saja. Seperti pesan Maria kepada Ida Peederman, "Tak peduli siapapun
engkau, aku ini untukmu: Ibu, Bunda Segala Bangsa". Maria adalah Bunda bagi siapa saja, baik yang percaya maupun yang
tidak percaya kepadanya. Semua manusia adalah anak-anaknya. Karena itu tempat
ziarah ini harus terbuka bagi semua orang dari segala latar belakang apapun.
Pemberian tempat ziarah marian ini dengan nama Maria Bunda Segala Bangsa adalah sesuai dengan arah pastoral
Keuskupan Tanjungkarang yang digagas oleh Bapa Uskup Emeritus Mgr. Andreas
Henrisoesanta. Kita tahu arah pastoral Bapa Uskup Emeritus adalah ziarah
bersama dengan semua orang dalam persaudaraan sejati menuju kepada Allah, Bapa
semua manusia.
Semoga tempat ziarah Goa Maria Padang Bulan ini menjadi tempat labuh bagi semua
orang yang ingin menimba kekuatan iman dan perlindungan dari Bunda Maria.
Semoga Maria Bunda Segala Bangsa selalu mendoakan semua penduduk Bumi Sai Ruwa
Jurai ini sehingga kita dapat hidup sejahtera dan rukun dalam persaudaraan yang
sejati. (Mgr. Yo)
Goa maria padangbulan terus memoles wajah ya.. terasa makin cantik aja, jadi pengin datang terus gitu
BalasHapusSiiiip lahhh
BalasHapus